Dalam filsafat ilmu terdapat tiga
aspek yang juga perlu kita pelajari, yaitu:
- Aspek Ontologi
Ontologi berasal dari bahasa Yunani
yang artinya ilmu tentang yang ada. Sedangkan, menurut istilah adalah
ilmu yang membahas sesuatu yang telah ada, baik secara jasmani maupun secara
rohani. Dalam aspek Ontologi diperlukan landasan-landasan dari sebuah
pernyataan-pernyataan dalam sebuah ilmu. Landasan-landasan itu biasanya
kita sebut dengan Metafisika.
Selain Metafisika juga terdapat
sebuah asumsi dalam aspek ontologi ini. Asumsi ini berguna ketika kita akan
mengatasi suatu permasalahan. Dalam asumsi juga terdapat beberapa paham yang
berfungi untuk mengatasi permasalahan-permasalahan tertentu, yaitu:
Determinisme (suatu paham pengetahuan yang sama dengan empiris), Probablistik
(paham ini tidak sama dengan Determinisme, karena paham ini ditentukan oleh
sebuah kejadian terlebih dahulu), Fatalisme (sebuah paham yang berfungsi
sebagai paham penengah antara determinisme dan pilihan bebas), dan paham
pilihan bebas. Setiap ilmuan memiliki asumsi sendiri-sendiri untuk menanggapi
sebuah ilmu dan mereka mempunyai batasan-batasan sendiri untuk menyikapinya.
Apabila kita memakai suatu paham yang salah dan berasumsi yang salah, maka kita
akan memperoleh kesimpulan yang berantakan.
- Aspek Epistemologi
Aspek estimologi merupakan aspek
yang membahas tentang pengetahuan filsafat. Aspek ini membahas bagaimana cara
kita mencari pengetahuan dan seperti apa pengetahuan tersebut.
Pengetahuan adalah jarum sejarah
yang selalu berkembang mengikuti perkembangan zaman. Semakin banyak ilmu yang
kita pahami, semakin banyak khasanah kita. Dan pengetahuan inilah yang menjadi
batasan-batasan kita dalam menelaah suatu ilmu. Hal ini yang mengakibatkan ilmu
zaman dahulu dan zaman sekarang berbeda. Misalnya, ditinjau dari segi ilmu
teknologi. Teknologi zaman dahulu dan zaman sekarang sangat berbeda jauh. Maka
ilmu untuk menyikapi fenomena ini juga akan ikut berkembang dan semakin
bertambah.
Dalam aspek epistemologi ini
terdapat beberapa logika, yaitu: analogi, silogisme, premis mayor, dan premis
minor.
- Analogi, analogi dalam ilmu bahasa adalah persamaan antar bentuk yang menjadi dasar terjadinya bentuk-bentuk yang lain.
- Silogisme, silogisme adalah penarikan kesimpulan konklusi secara deduktif tidak langsung, yang konklusinya ditarik dari premis yang disediakan sekaligus.
- Premis Mayor, premis mayor bersifat umum yang berisi tentang pengetahuan, kebenaran, dan kepastian.
- Premis Minor, premis minor bersifat spesifik yang berisi sebuah struktur berpikir dan dalil-dalilnya.
Contohnya, premis mayor : semuaorang
akhirnya akan mati.
premis minor : Hasan adalah
orang
- Aspek Aksiologi
Aspek aksiologi merupakan aspek yang
membahas tentang untuk apa ilmu itu digunakan. Menurut Bramel, dalam aspek
aksiologi ini ada Moral conduct, estetic expresion, dan sosioprolitical.
Setiap ilmu bisa untuk mengatasi suatu masalah sosial golongan ilmu. Namun,
salah satu tanggungjawab seorang ilmuan adalah dengan melakukan sosialisasi
tentang menemuannya, sehingga tidak ada penyalahgunaan dengan hasil penemuan
tersebut. Dan moral adalah hal yang paling susah dipahami ketika sudah mulai
banyak orang yang meminta permintaan, moral adalah sebuah tuntutan.
Ilmu bukanlah sekadar pengetahuan (knowledge).
Ilmu memang berperan tetapi bukan dalam segala hal. Sesuatu dapat dikatakan
ilmu apabila objektif, metidis, sistematis, dan universal. Dan knowledge adalah
keahlian maupun keterampilan yang diperoleh melalui pengalaman maupun pemahanan
dari suatu objek.
Sains merupakan kumpulan hasil
observasi yang terdiri dari perkembangan dan pengujian hipotesis, teori, dan
model yang berfungsi menjelaskan data-data.
PARADIGMA
DALAM ILMU SOSIAL DAN HUMANIORA
Paradigma adalah suatu asumsi dasar
dan asumsi teoritis yang umum (merupakan suatu sumber nilai), sehingga menjadi
sumber hukum, metode, dan penerapan ilmu yang menentukan sifat, ciri, dan
karakter ilmu pengetahuan itu sendiri. Paradigma kemudian berkembang menjadi
sebuah sumber nilai, kerangka berpikir, orientasi dasar, dan sumber asas.
Singkatnya, paradigma adalah sesuatu yang dapat dibuktikan oleh panca ibdra
manusia
PARADIGMA
Ilmu adalah pengertahuan tentang
suatu bidang yang disusun secara bersistem menurut metode-metode tertentu, yang
dapat digunakan untuk menerangkan gejala-gejala tertentu di bidang pengetahuan
tersebut. Ilmu biasanya mempelajari tentang aspek kehidupan manusia, hubungan
namusia dan antarmanusia dalam kehidupan bermasyarakat.
Sedangkan Humaniora adalah ilmu
pengetahuan yang mempelajari apa yang diciptakan manusia dan dipertentangkan
dengan ilmu pengetahuan alam. Yang dimaksud dengan pertentangan disini adalah
apabila kita mempelajari asal-usul manusia, kita akan mengatakan manusia itu
berasal dari Tuhan atau manusia itu ciptaan dari Tuhan saat kita meninjau dari
Humaniora, dan kita akan mengatakan manusia itu berasal dari revolusi kera saat
kira meninjau dari ilmu pengetahuan alam. Pada dasarnya saat kita mempelajari
sesuatu dengan humaniora tidak ada yang mampu menyangkal, karena humaniora
dapat mempertanggungjawabkan hasil dari sebuah pernyataannya.Hubungan antara
paradigma dan humaniora adalah paradigma merupakan dasar dari humaniora agar
tidak melenceng..
Humaniora dapat membagi manusia
menjadi beberapa tahap, yaitu homo animal, homo erektus, homo safien, homo
faber, homo luden, human, human being. Humaniora berfungsi meminimalis
probabilitas negatif.
Paradigma dan ilmu sosial saling
berkaitan, ilmu sosial adalah sebuah kaidah yang mendasari setiap disoplin
ilmu. Ilmu selalu bersifat empiris. Dan untuk membuktikan kebenaran sebuah ilmu
tersebut dibutuhkan sebuah paradigma sebagai acuan dasar kebenarannya. Ilmu
sosial dan humaniora pun juga mempunyai hubungan, yaitu keduanya sebagai kaidah
dasar cara bernalar.
ILMUWAN
DAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL
Ilmu merupakan hasil karya perseorangan yang dikomunikasikan dan dikaji secara
terbuka oleh masyarakat. Asalkan sesuatu itu memenuhi syarat-syarat dan
ketentuan orang-orang yang ada di wilayah tersebut, sesuatu itu langsung bisa
diterima sebagai kumpulan ilmu pengetahuan. Penciptaan suatu ilmu bersifat
individu, sedangkan komunikasi dan penggunaan ilmu bersifat sosial. Seorang
yang menciptakan sebuah ilmu disebut ilmuwan. Seorang ilmuwan berperan penting
dalam kelangsungan kehidupan suatu masyarakat. Dengan demikian, ilmuwan
mempunyai tanggungjawab penting dalam dirinya karena setiap makhluk hidup tidak
dapat lepas dari sebuah tanggungjawab. Tanggungjawab seorang ilmuwan lebih
besar dari pada orang-oramg awam lainnya,karena seorang ilmuwan mempunyai ilmu
yang cukup diatas orang awam lainnya. Tanggungjawab seorang ilmuwan ini tidak
hanya mampu menelaah ilmu tetapi juga harus ikut bertanggungjawab atas kelangsungan
sebuah ilmu tersebut digunakan, sehingga ilmu tersebut dapat dimanfaatkan oleh
masyarakat dalam kehidupannya.
1.
Pengertian ilmu
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
ilmu ialah pengetahuan tentang suatu bidang yang disusun secara bersistem
menurut metode tertentu yang dapat digunakan untuk menerapkankan gejala-gejala
tertentu dibidang pengetahuan tersebut, seperti ilmu hukum, pendidikan,
ilmu ekonomi dan sebagainya. Menurut Mohammad Hatta ilmu adalah
pengetahuan yang teratur tentang pekerjaan lam suatu hukum sebab-akibat dalam
suatu golongan masalah yang sama sifatnya, baik menurut kedudukannya maupun
menurut hubungannya. Dapat disimpulkan ilmu merupakan kumpulan pengetahuan yang
disusun secara sistematis dengan menggunakan metode-metode tertentu
2.
Pengertian ilmuwan
Ilmuan bermakna ahli atau pakar.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata ilmuwan bermakna orang yang ahli atau
banyak pengetahuannya mengenai suatu ilmu, atau orang yang berkecimpung dalam
ilmu pengetahuan. Dari beberapa pendapat ilmuwan merupakan orang
yang melakukan kegiatan atau aktivitas dalam kaitannya bidang keilmuwan.
Istilah ilmuan dipakai untuk menyebut aktivitas seseorang untuk menggali
permasalahan ilmuwan secara menyeluruh dan mengeluarkan gagasan dalam bentuk
ilmiah sebagai bukti hasil kerja mereka kepada dunia dan juga untuk berbagi
hasil penyelidikan tersebut kepada masyarakat awam, karena mereka merasa bahwa
tanggung jawab itu ada di pundaknya.
Sikap sosial seorang ilmuwan adalah
konsisten dengan proses penelaahan keilmuan yang dilakukan. Apabila dalam suatu
masyarakat terdapat suatu masalah, seorang ilmuwanlah yang mempunyai peran
imperatif karena seperti dikatakan diatas, dia mempunyai latar ilmu yang cukup
untuk menempatkan masalah tersebut dalam proporsi yang sebenarnya. Namun dalam
bidang lain, seorang ilmuwan juga akan dihadapkan dengan masalah-masalah yang
terjadi dalam kehidupan masyarakat umum dan kehidupan yang akan datang.
Tanggungjawab sosial seorang ilmuwan juga termasuk bagaimana menyelesaikan
masalah dalam sebuah masyarakat.
3.
Ciri Ilmuawan
Seorang ilmuawan tampaknya tidak
cukup hanya memiliki daya kritis tinggi, kejujuran, jiwa terbuka, dan
tekad besar dalam mencari atau menunjukkan kebenaran pada akhirnya, netral,
tetapi lebih dari semua itu ialah penghayatan terhadap etika serta moral ilmu
dimana manusia dan kehidupan itu harus pilihan juga sekaligus junjungan utama.
4.
Syarat-Syarat yang harus Dipatuhi Seorang Ilmuwan
Seorang ilmuwan harus memenuhi
beberapa syarat, diantaranya:
a.
Prosedur ilmiah
b. Metode
ilmiah
c.
Adanya suatu gelar yang berdasarkan pendidikan formalnya yang ditempuh
Kejujuran ilmuwan, yakni suatu
kemauan yang besar, ketertarikan pada perkembangan Ilmu Pengetahuan terbaru
dalam rangka profesionalitas keilmuannya.
5. Pengertian
Tanggung Jawab Sosial
Dalam Bahasa inggris,
responsibiliti; dari latin responsum (jawaban konsep tanggung jawab),
berdasarkan ide-ide sebagai berikut:
a.
Kewajiban.
Terdapat tindakan-tindakan yang
harus dan dapat dijalankan oleh makhluk hrasional.
b.
Liabilitas atau impulabilitas ( kemungkinan untuk digugat).
Kelalaian seseorang terhadap
tindakan ini dapat dikenakan hukuman.
c.
Ketaatan seseorang terhadap tindakan-tindakan ini berkaitan dengan ganjaran
(penghargaan, pujian).
Aturan Dari ketiga ide di atas
didasarkan pada pandangan bahwa.
- Motif-motif manusia merupaka sebab perilaku;
- Motif-motif itu dapat dikondisikan (dikontrol, dipengaruhi, dan disesuaikan) oleh hal-hal seperti: ganjaran dan hukuman.
- Motif- motif ini harus dan layak dikondisikan.
Masalah yang kadang terjadi dalam
kehidupan dewasa ini adalah demonstrasi yang dimana masyarakat mengekspresikan
pendapatnya di depan umum, namun terkadang menimbulkan kerusuhan, atau remaja
yang melakukan penyimpangan sosial dengan melakukan kenakalan-kenakalan remaja.
Seorang ilmuwan harus mampu mengidentifikasi kemungkinan permasalahan sosial
yang berkembang berdasarkan permasalahan sosial yang sering terjadi
dimasyarakat. Seorang ilmuwan harus mampu bekerjasama dengan masyarakat umum yang
mana dimasyarakat tersebut sering terjadi permasalahan sosial sehingga ilmuwan
tersebut dapat merumuskan jalan keluar yang akan dilakukan.
Namun, bagaimana seorang ilmuwan
harus bersikap ketika menghadapi sebuah pemikiran yang telah keliru dalam
masyarakat? Seorang ilmuwan tidak akan menolak maupun menerima suatu pemikiran
begitu saja sebelum dia meneliti dan mencermati pemikiran tersebut sebelumnya.
Dan disinilah yang sangat membedakan orang awam dengan seorang ilmuwan. Dia
akan berbicara kepada masyarakat saat dia mengetahui sebuah pemikiran yang
salah tersebut. Dia akan menjelaskan dimana kesalah pemikiran tersebut,
menjelaskan konsekuensi apa yang akan diterima jika menggunakan pemikiran
tersebut, dan akan menjelaskan pula pemikiran apa yang benar.
6.
Hubungan Ilmu dengan Ilmuwan
Ilmu dan ilmuwan merupakan satu
kesatuan atau sebab akibat, yaitu ilmuwan mencari, menemukan, menerapkan
pengetahuannya yang terbentuk dalam sebuah teori atau ilmu. Ilmuwan dan
tanggung jawab sosial pemikiran tersebut, menjelaskan konsekuensi apa yang akan
diterima jika mengguanakan pikiran tersebut, dan akan menjelaskan pula
pemikiran apa yang benar. Ilmuwan bertanggung jawab dalam hal memberikan
ramalan-ramalan berdasarkan pengetahuannya mengenai permasalahan-permasalahan
yang sedang menggejala maupun yang tersimpan dalam kehidupan masyarakat.
Ilmuwan dalam rangka itu bukan saja mengendalikan pengetahuan dan daya isinya,
namun juga integritas kepribadiannya dalam suatu kehidupan sosial yang luas dan
mendalam.
Logika,
Etika, dan Estetika
1. Pengertian Logika, Etika, dan
Estetika
1.1 Logika
Logika merupakan cabang filsafat
yang berpangkal pada penalaran, dan sekaligus juga sebagai dasar filsafat dan
sebagai sarana ilmu. Dengan fungsi sebagai dasar filsafat dan sarana ilmu,maka
logika merupakan “jembatan penghubung” antara filsafat dan ilmu, yang secara
terminologis logika didefinisikan: Teori tentang penyimpulan yang sah.
Penyimpulan pada dasarnya bertitik tolak dari suatu pangkal-pikir tertentu,
yang kemudian ditarik suatu kesimpulan.
Logika adalah ilmu pengetahuan
mengenai penyimpulan yang lurus. Ilmu pengetauan ini menguraikan tentang aturan
– aturan serta cara – cara untuk mencapai kesimpulan.
Berdasarkan proses penalaran dan
juga sifat kesimpulan yang dihasilkannya, logika dibedakan atas logika deduktif
dan logika induktif. Logika deduktif adalah sistem penalaran yang menelaah
prinsip-prinsip penyimpulan yang sah berdasarkan bentuknya serta kesimpulan
yang dihasilkan sebagai kemestian diturunkan dari pangkal pikirnya. Dalam
logika ini yang terutama ditelaah adalah bentuk dari kerjanya akal jika telah
runtut dan sesuai dengan pertimbangan akal yang dapat dibuktikan tidak ada
kesimpulan lain karena proses penyimpulannya adalah tepat dan sah. Logika
induktif adalah sistem penalaran yang menelaah prinsip-prinsip penyimpulan yang
sah dari sejumlah hal khusus sampai pada suatu kesimpulan umum yang bersifat
boleh jadi. Kesimpulan hanya bersifat probabilitas berdasarkan atas pernyataan
– pernyataan yang telah diajukan. Bagi logika deduktif ada perangkat aturan
yang dapat diterapkan ampir – ampir secara otomatis, sedangkan bagi logika
induktif tidak ada aturan – aturan yang demikian itu kecuali hukum –
hukum probabilitas. Sejarah Perkembangan Logika :
- Logika pertama-tama disusun oleh Aristoteles (384-322 SM), sebagai sebuah ilmu tentang hukum-hukum berpikir guna memelihara jalan pikiran dari setiap kekeliruan. Logika sebagai ilmu baru pada waktu itu, disebut dengan nama “analitika” dan “dialektika”. Kumpulan karya tulis Aristoteles mengenai logika diberi nama Organon, terdiri atas enam bagian.
- Theoprastus (371-287 sM), memberi sumbangan terbesar dalam logika ialah penafsirannya tentang pengertian yang mungkin dan juga tentang sebuah sifat asasi dari setiap kesimpulan. Kemudian, Porphyrius (233-306 M), seorang ahli pikir di Iskandariah menambahkan satu bagian baru dalam pelajaran logika. Bagian baru ini disebut Eisagoge, yakni sebagai pengantar Categorie. Dalam bagian baru ini dibahas lingkungan-lingkungan zat dan lingkungan-lingkungan sifat di dalam alam, yang biasa disebut dengan klasifikasi. Dengan demikian, logika menjadi tujuh bagian.
- Tokoh logika pada zaman Islam adalah Al-Farabi (873-950 M) yang terkenal mahir dalam bahasa Grik Tua, menyalin seluruh karya tulis Aristoteles dalam berbagai bidang ilmu dan karya tulis ahli-ahli pikir Grik lainnya. Al-Farabi menyalin dan memberi komentar atas tujuh bagian logika dan menambahkan satu bagian baru sehingga menjadi delapan bagian.
- Petrus Hispanus (meninggal 1277 M) menyusun pelajaran logika berbentuk sajak, seperti All-Akhdari dalam dunia Islam, dan bukunya itu menjadi buku dasar bagi pelajaran logika sampai abad ke-17. Petrus Hispanus inilah yang mula-mula mempergunakan berbagai nama untuk sistem penyimpulan yang sah dalam perkaitan bentuk silogisme kategorik dalam sebuah sajak. Dan kumpulan sajak Petrus Hispanus mengenai logika ini bernama Summulae.
- Francis Bacon (1561-1626 M) melancarkan serangan sengketa terhadap logika dan menganjurkan penggunaan sistem induksi secara lebih luas. Serangan Bacon terhadap logika ini memperoleh sambutan hangat dari berbagai kalangan di Barat, kemudian perhatian lebih ditujukan kepada penggunaan sistem induksi.
- Pembaruan logika di Barat berikutnya disusul oleh lain-lain penulis di antaranya adalah Gottfried Wilhem von Leibniz. Ia menganjurkan penggantian pernyataan-pernyataan dengan simbol-simbol agar lebih umum sifatnya dan lebih mudah melakukan analisis. Demikian juga Leonard Euler, seorang ahli matematika dan logika Swiss melakukan pembahasan tentang term-term dengan menggunakan lingkaran-lingkaran untuk melukiskan hubungan antarterm yang terkenal dengan sebutan circle-Euler.
- John Stuart Mill pada tahun 1843 mempertemukan sistem induksi dengan sistem deduksi. Setiap pangkal-pikir besar di dalam deduksi memerlukan induksi dan sebaliknya induksi memerlukan deduksi bagi penyusunan pikiran mengenai hasil-hasil eksperimen dan penyelidikan. Jadi, kedua-duanya bukan merupakan bagian-bagian yang saling terpisah, tetapi sebetulnya saling membantu. Mill sendiri merumuskan metode-metode bagi sistem induksi, terkenal dengan sebutan Four Methods.
- Logika Formal sesudah masa Mill lahirlah sekian banyak buku-buku baru dan ulasan-ulasan baru tentang logika. Dan sejak pertengahan abad ke-19 mulai lahir satu cabang baru yang disebut dengan Logika-Simbolik. Pelopor logika simbolik pada dasarnya sudah dimulai oleh Leibniz.
- Logika simbolik pertama dikembangkan oleh George Boole dan Augustus de Morgan. Boole secara sistematik dengan memakai simbol-simbol yang cukup luas dan metode analisis menurut matematika, dan Augustus De Morgan (1806-1871) merupakan seorang ahli matematika Inggris memberikan sumbangan besar kepada logika simbolik dengan pemikirannya tentang relasi dan negasi.
- Tokoh logika simbolik yang lain ialah John Venn (1834-1923), ia berusaha menyempurnakan analisis logik dari Boole dengan merancang diagram lingkaran-lingkaran yang kini terkenal sebagai diagram Venn (Venn’s diagram) untuk menggambarkan hubungan-hubungan dan memeriksa sahnya penyimpulan dari silogisme. Untuk melukiskan hubungan merangkum atau menyisihkan di antara subjek dan predikat yang masing-masing dianggap sebagai himpunan.Perkembangan logika simbolik mencapai puncaknya pada awal abad ke-20 dengan terbitnya 3 jilid karya tulis dua filsuf besar dari Inggris Alfred North Whitehead dan Bertrand Arthur William Russell berjudul Principia Mathematica (1910-1913) dengan jumlah 1992 halaman. Karya tulis Russell-Whitehead Principia Mathematica memberikan dorongan yang besar bagi pertumbuhan logika simbolik.
- Di Indonesia pada mulanya logika tidak pernah menjadi mata pelajaran pada perguruan-perguruan umum. Pelajaran logika cuma dijumpai pada pesantren-pesantren Islam dan perguruan-perguruan Islam dengan mempergunakan buku-buku berbahasa Arab. Pada masa sekarang ini logika di Indonesia sudah mulai berkembang sesuai perkembangan logika pada umumnya yang mendasarkan pada perkembangan teori himpunan.
1.2 Etika
Dalam pergaulan hidup bermasyarakat,
bernegara hingga pergaulan hidup tingkat internasional diperlukan suatu sistem
yang mengatur bagaimana seharusnya manusia bergaul. Sistem pengaturan pergaulan
tersebut menjadi saling menghormati dan dikenal dengan sebutan sopan santun,
tata krama, protokoler dan lain-lain.
Maksud pedoman pergaulan tidak lain
untuk menjaga kepentingan masing-masing yang terlibat agar mereka senang,
tenang, tentram, terlindung tanpa merugikan kepentingannya serta terjamin agar
perbuatannya yang tengah dijalankan sesuai dengan adat kebiasaan yang berlaku
dan tidak bertentangan dengan hak-hak asasi umumnya. Hal itulah yang mendasari
tumbuh kembangnya etika di masyarakat kita.
Etika marupakan cabang aksiologi
yang pada intinya membicarakan predikat – predikat nilai benar dan salah.
Sebagai pokok bahasan yang khusus, etika membicarakan sifat – sifat yang menyebabkan
orang dapat disebut susila atau bajik.
Perkataan etika atau lazim juga
disebut etik, berasal dari kata Yunani ETHOS yang berarti norma-norma,
nilai-nilai, kaidah-kaidah dan ukuran-ukuran bagi tingkah laku manusia yang
baik, seperti yang dirumuskan oleh beberapa ahli berikut ini :
- Drs. O.P. SIMORANGKIR : etika atau
etik sebagai pandangan manusia dalam
berprilaku menurut ukuran dan nilai
yang baik.
- Drs. Sidi Gajalba dalam
sistematika filsafat : etika adalah teori tentang tingkah laku perbuatan manusia
dipandang dari segi baik dan buruk, sejauh yang
dapat ditentukan oleh akal.
- Drs. H. Burhanudin Salam : etika
adalah cabang filsafat yang berbicara mengenai nilai dan norma moral yang
menentukan prilaku manusia dalam hidupnya.
Etika lebih bersangkutan dengan
pembicaraan mengenai prinsip – prinsip pembenaran dibandingkan dengan
pembicaraan yang bersangkutan dengan keputusan – keputusan yang sungguh –
sungguh telah diambil. Etika tidak memberikan pedoman – pedoman terperinci atau
ketentuan – ketentuan yang tegas serta tetap mengenai bagaimana caranya idup
secara bijak.
Istilah etika dipakai dalam dua
macam arti. Arti pertama dimaksudkan sebagai suatu kumpulan pengetahuan
mengenai penilaian terhadap perbuatan – perbuatan manusia. Arti kedua merupakan
predikat yang dipakai untuk membedakan hal – hal, perbuatan – perbuatan, atau
manusia – manusia tertentu dengan hal – hal, perbuatan – perbuatan, atau
manusia – manusia yang lain.
Etika dalam perkembangannya sangat
mempengaruhi kehidupan manusia. Etika memberi manusia orientasi bagaimana ia
menjalani hidupnya melalui rangkaian tindakan sehari-hari. Itu berarti etika
membantu manusia untuk mengambil sikap dan bertindak secara tepat dalam
menjalani hidup ini. Etika pada akhirnya membantu kita untuk mengambil keputusan
tentang tindakan apa yang perlu kita lakukan.
1.3 Estetika
Estetika adalah salah satu cabang
filsafat. Hakikat keindahan dinamakan estetika. Secara sederhana, estetika
adalah ilmu yang membahas keindahan, meskipun demikian, estetika mempersoalkan pula
teori – teori mengenai seni, bagaimana ia bisa terbentuk, dan bagaimana
seseorang bisa merasakannya. Pembahasan lebih lanjut estetika adalah sebuah
filosofi yang mempelajari nilai-nilai sensoris, yang kadang dianggap sebagai
penilaian terhadap sentimen dan rasa. Estetika merupakan cabang yang sangat
dekat dengan filosofi seni. sesuai dengan aspek atau sisi kehidupan
manusianya.
2. Peran Logika,Etika, dan
Estetika dalam Ilmu
2.1 Peran Logika dalam Ilmu
Untuk menemukan suatu kebenaran kita
menggunakan logika yang pada dasarnya terdiri dari angkah- langkah sebagai
berikut.
- Perumusan masalah : yang merupakan pertanyaan mengenai objek empiris yang jelas batas- batasnya, serta dapat diidentifikasikan faktor- faktor yang terkait di dalamnya.
- Penyusunan kerangka berfikir dalam mengajukan hipotesis : yang merupakan agumentasi yang menjelaskan hubungan yang mungkin terdapat antara berbagai faktor yang saling mengait dan membentuk konstelasi permasalahan. Kerangka berfikir ini disusun secara rasional berdasarkan premis- premis ilmiah yang telah teruji kebenaannya dengan memperhatikan faktor- faktor empiris yang relefan dengan permasalahannya.
- Perumusan hipotesis yang merupakan jawaban sementara atau dugaan terhadap pertanyaan yang diajukan yang materinya merupakan kesimpulan dari kerangka berfikir yang dikembangkan.
- Pengujian hipotesis yang merupakan pengumpulan fakta- fakta yang relefan dengan hipotesis yang diajukan untuk memperlihatkan apakah terdapat fakta- fakta yang mendukung hipotesis tersebut atau tidak.
- Penarikan kesimpulan yang merupakan penelitian apakah sebuah hipotesis yang diajukan ditolak atau diterima.Hipotesis yang diterima dianggar menjadi pengetahuan karena telah memenuhi persyaratan keilmuan yakni telah teruji kebenarannya.
Dapat disimpulkan bahwa ilmu
merupakan kumpulan pengetahuan yang disusun secara konsisten dan kebenarannya
telah diuji secara empiris dengan tahapan- tahapan yang menggunakan logika.
Ilmu tidak bertujuan untuk mencari kebenaran absolute melainkan kebenaran yang
bermanfaat bagi manusia dalam tahap perkembangan tertentu.
2.2 Peran Etika dalam Ilmu
- Dari sudut multikulturalisme, pertanyaan tentang makna perilaku orang lain merupakan salah satu pertanyaan pertama yang harus disampaikan sebagaiman yang telah kita ketahui, ciri utama kepekaan multikultural adalah kesadaran bahwa orang lain melakukan sesuatu yang berbeda ari cara kita sendiri dan cara- cara kelompok kita dalam melakukan segala sesuatu. Anda tidak dapat mengasumsikan bahwa apa yang anda maksud dengan tutur atau isyarat atau praktik itu tidaklah sama dengan yang dimaksudkan orang lain. Akibatnya kaidah utama multikulturalisme adalah sesuatu dihadapkan pada perilaku orang lain. Janganlah memberikan pra anggapan bahwa perilaku itu memiliki maksut yang sama seperti saat anda memperlihatkan perilaku tersebut, hendaknya selalu menanyakan apa maksut perilaku itu/? Dengan pra anggapan bahwa makna ini kemungkinan berbeda dari apa yang tampak sekilas.
- Tindakan manusia merupakan gambaran sipa dirinya karena adanya makna yang diungkapkannya.
- Benarkah bahwa makin cerdas, maka makin baik pula perbuatan kita? Apakah manusia yang memilki penalaran tinggi lalu makin berbudi? Sebab moral mereka dilandasi analisis yang hakiki ataukah malah sebaliknya, makin cerdas maka makin pandai pula kita berdusta? Manusia sangat berhutang pada ilmu dan teknogi.
- Menurut faham yunani bentuk tertinggi dari ilmu adalah kebijaksanaan. Bersama itu terlihat sikap etika. Di zaman yunani itu etika dan politik saling berjalan erat. Kebiksanaan politik mengajarkan bagaimana manusia harus mengalahkan Negara. Sebaliknya, ilmu tidak mengubah apa- apa. Nilai dari ilmu terletak pada penerapannya.
2.3 Peran Estetika dalam Ilmu
Estetika merupakan nilai- nilai yang
berkaitan dengan kreasi seni dengan pengalaman- pengalaman kita yang
berhubunagn dengan seni. Hasil- hasil ciptaan seni didasarkan atas prinsip-
prinsip yang dapat dikelompokkan sebagai rekayasa, pola, bentuk dan sebagainya.
Adapun yang mendasari filsafat
pendidikan dan estetika pendidikan adalah lebih menitikberatkan kepada
“Predikat” keindahan yang diberikan pada hasil seni dalam dunia pendidikan
sebagai mana diungkapkan oleh Rundall dan Buchler mengemukakan ada tiga
interpretasi tentang hakikat seni :
- Seni sebagai penembusan terhadap realitas, selain pengalaman
- Seni sebagai alat kesenangan
- Seni sebagai ekspresi yang sebenarnya tentang pengalaman
Namun lebih jauh dari itu untuk
dunia pendidikan hendaklah nilai estetika menjadi patokan penting dalam proses
pengembangan pendidikan yakni dengan menggunakan pendekatan estesis-moral,
dimana setiap persoalan pendidikan coba dilihat dari perspektif yang mengikut
sertakan kepentingan masing-masing pihak baik itu siswa, guru, pemerintah,
pendidik serta masyarat luas. Ini berarti pendidikan diorientasikan pada upaya
menciptakan suatu kepribadian yang kreatif, berseni.
3.
Yang Mempengaruhi Logika, Etika, dan Estetika dalam Ilmu
3.1 Logika
Seperti diketahui penalaran
merupakan suatu proses yang menghasilkan pengetahuan, yang harus
dipertanggungjawabkan, maka penarikan kesimpulan yang valit harus didapat
dengan cara tertentu, Dalam berfikir kita memerlukan sebuah penalaran itu yang
sejalan dengan akal pikiran yang diutarakan lewat kata dan dinyatakan dalam
bahasa. Hal demikianlah kata logika itu ada. Dalam usaha untuk memasarkan fikiran-fikirannya
serta pendapat-pendapatnya. Filsuf-filsuf Yunani kuno tidak jarang mencoba
membantah pikiran yang lain dengan menenjukkan kesesatan penalarannya. Logika
digunakan untuk melakukan pembuktian. Logika mengatakan yang bentuk inferensi
yang berlaku dan yang tidak. Dengan adanya sebuah pemikiran hingga menghasilkan
suatu penarikan kesimpulan yang disebut dengan logika tersebut, harus mempunyai
kefaliditasan sebuah argumen yang ditentukan oleh bentuk logisnya, bukan oleh
isinya. Dalam hal ini logika menjadi alat untuk menganalisis argumen, yakni
hubungan antara kesimpulan dan bukti-bukti yang diberikan ( premis ). Di dalam
mengahasilkan suatu kesimpulan terdapat dua cara yakni : penelaran diduktif dan
penalaran induktif
- Penalaran Deduktif merupakan penalaran yang membangun atau mengefaluasi argument deduktif. Argument deduktif jika kebenaran dari kesimpulan ditarik/ merupakan konsekwensi logis dari premis-premisnya. Argument dinyatakan falid atau tidak falid, bukan benar atau salah. Dinyatakan falid, jika kesimpulannya merupakan konsekwensi logis dari premisnya.
Contoh : 1. Setiap mamalia mempunyai
sebuah jantung
2. Semua kuda adalah mamalia
3. Setiap kuda mempunyai sebuah
jantung ( kesimpulan).
- Penalaran induktif merupakan penalaran yang berangkat dari serangkaian fakta-fakta khusus untuk mencapai kesimpulan umum
Contoh : 1. Kuda sumba mempunyai
sebuah jantung
2. Kuda Autralia mempunyai sebuah
jantung
3. Kuda Amerika mempunyai sebuah
jantung
4. Kuda Inggris mempunyai sebuah
jantung
5. Setiap kuda memiliki sebuah
jantung
Berikut yang mem bedakan penalaran
deduktif dan induktif
Deduktif
|
Induktif
|
|
Sebuah logika dipengaruhi dari
kenyataan- kenyataan umum yang ada dalam kehidupan kita. Pengetahuan yang dikumpulkan
manusia bukanlah merupakan koleksi dari berbagai fakta melainkan esensi dan
fakta- fakta tersebut. Demikian juga dalam pernyataan mengenai fakta- fakta
yang dipaparkan, pengetahuan tidak bermaksud membuat reproduksi dari objek
tertentu, melainkan menekankan kepada struktur dasar yang menyangga ujud fakta
tersebut.
3.2 Etika
Etika merupakan ilmu tentang apa
yang baik dan apa yang buruk dan juga mengenai hak dan kewajiban moral. Etika
berlaku dalam kehidupan bermasyarakat ada sudah turun- temurun seperti sudah
ada suatu ketetapan menentukan mana yang benar dan mana yang salah. Penetapan
dalam etika dipengaruhi oleh kebiasaan yang ada dalam masyarakat. Di mana
kebiasaan itu merupakan suatu peristiwa fakta yang sering terjadi dansecara
tidak langsung menjadi suatu etika.
3.3 Estetika
Estetika mempunyai suatu pengertian
keindahan yang mana setiap orang berbeda menyikapinya. Cabang
ilmu filsafat ini sangatlah dekat dengan filosofi ini. Estetika ini bisa
diwujudkan berupa suatu karya, namun perubahan pola pikir dalam masyarakat akan
turut mempengaruhi penilaian terhadap keindahan itu sendiri. Jadi
yang mempengaruhi estetika bergantung pada individu masing- masing.
4
Hubungan Logika, Etika dan Estetika dalam Ilmu
Sebelum kita mengetahui dan mempelajari
lebih jauh antara hubungan Logika, Etika dan Estetika dengan ilmu terlebih
dahulu kita harus mengetahui pengertian ketiga unsur tersebut , dan beberapa
pengertiannya adalah sebagai berikut.
- Logika :
Penalaran merupakan suatu
proses berpikir yang membuahkan pengetahuan. Agar pengetahuan yang
dihasilkan penalaran itu mempunyai dasar kebenaran maka proses berpikir itu
harus dilakukan suatu cara tertentu. Suatu penarikan kesimpulan baru
dianggap shahih (valid) kalau proses penarikan kesimpulan tersebut dilakukan
menurut cara tertentu tersebut. Cara penarikan kesimpulan tersebut dinamakan
logika, dimana logika secara luas dapat didefinisikan sebagai pengkajian untuk
berpikir secara shahih.
Oleh karena itu cukup jelas bahwa
logika merupakan pengetahuan tentang kaidah berpikir dengan jalan pikiran yang
masuk akal , dan logika merupakan suatu penalaran dimana setelah itu akan
muncul suatu metafisis “benar atau salah.”
- Etika :
Adalah perilaku terhadap kesantunan
atau tata krama yang terikat oleh hukum sosial. Sesuatu yang dianggap
baik atau buruk didalam etika sangat bergantung pada budaya masing-masing
individu atau bisa dikatakan bahwa etika selalu bersikap normatif (sesuai
dengan norma yang berlaku). Etika juga menjelaskan tentang hak dan kewajiban
moral (akhlak).
- Estetika :
Cabang dari filsafat yang membahas
dan menelaah tentang seni dan keindahan serta tanggapan manusia terhadapnya
dalam kata lain yang indah atau yang jelek. Estetika berhubungan erat
dengan proses timbal balik antara subyek dan obyek untuk memperoleh kesenangan.
Estetika (keindahan) merupakan proses diakteki yang serasi antara beberapa
unsur, yaitu diri kita, manusia lain, lingkungan dan alam. Untuk dapat
memperoleh estetika yang dianggap benar ketiga unsur tersebut tidak dapat
dilupakan.
Dari ketiga definisi tersebut dapat
kita simpulkan bahwa logika, etika, dan estetika saling berhubungan erat dalam
pembentukan ide yang dituangkan dan dikelola berdasarkan logika . Dalam
mempelajari ilmu-ilmu untuk mendapatkan kejelasan dan tidak ada keraguan
landasan, logika harus diterapkan untuk dijadikan sebagai pedoman. Jika memang
ilmu itu benar maka benar dan jika salah maka kita gunakan ilmu yang
benar. Sehingga dalam prosesnya kita dapat memahami dan menerapkannya dengan
baik. Yang kedua etika dlam proses mempelajari ilmu unsur etika sangat
mendukung sebab etika berhubungan langsung dengan norma dan budaya .
Dalam mempelajari ilmu kita harus memperhatikan perilaku kita dan jangan sampai
ilmu yang kita miliki merugikan dan bahkan merusak norma dan kebudayaan yang
kita miliki. Jika hal tersebut terjadi maka sanksi sosial lah yang akan kita
terima. Dan yang terakhir adalah nilai estetika (keindahan). Ilmu akan lebih
bermanfaat , jika bisa disebut ilmu itu indah, maksudnya ilmu dapat diterima
dari beberapa unsur keindahan diri kita sendiri, manusia lain, dan alam serta
lingkungan.
0 komentar:
Posting Komentar